Rembang — Skandal agraria brutal mengguncang Desa Tawangrejo, Kecamatan Sarang, Kabupaten Rembang. Bau busuk dugaan mafia tanah desa kini tak lagi samar—ia menyeruak terang-terangan melalui perampasan lahan, perusakan tanaman, intimidasi massal, hingga pengerahan warga bersenjata tajam. Korbannya adalah Sudarmanto, pemilik sah puluhan bidang tanah sejak tahun 2005.
Ironis dan memalukan, tindakan ini terjadi di bawah hidung Pemerintah Desa, bahkan diduga melibatkan oknum perangkat desa. Negara seolah lumpuh, hukum seolah dibungkam.
Tanah Dibeli Sah, Dirampas Gaya Preman
Fakta hukumnya jelas. Pada 16 Mei 2005, tanah dibeli secara sah dan resmi di hadapan PPAT Endy Kiswanto, SH, MSI (Camat Sarang). Transaksi melibatkan 26 warga pemilik tanah, disaksikan langsung oleh:
Umar, Kepala Desa Tawangrejo
Sudarno, Jogoboyo Desa Tawangrejo
Sejak Juni 2005, lahan tersebut dikuasai, dikelola, dan ditanami tebu serta ketela oleh Sudarmanto selama hampir 20 tahun tanpa sengketa. Tak ada konflik, tak ada klaim, tak ada masalah—hingga kekuasaan desa diduga mulai bermain.
Plang Misterius, Tebu Dirusak, Hukum Dipijak
Masuk Januari 2025, hukum seolah mati. Enam plang misterius berdiri di atas tanah milik Sudarmanto. Tanaman tebu dirusak, lahan dikuasai paksa.
Nama-nama yang diduga terlibat mencuat: Juki, Rohmat, Mursipan, Jawahir, Sardi, Dasirun, Abdul Rokhim, dan yang paling disorot: Malik (Kaur Kesra Desa Tawangrejo).
Saat dimintai klarifikasi, Pemerintah Desa Tawangrejo lepas tangan. Lebih parah, mereka secara sepihak mengklaim tanah tersebut sebagai tanah Pemda, tanpa satu pun bukti hukum. Tidak ada sertifikat, tidak ada peta, tidak ada dokumen—hanya klaim kosong berbalut kekuasaan.
Balai Desa Berubah Jadi Alat Penindasan
Sudarmanto membawa AJB asli dan menghadirkan ahli waris penjual untuk mediasi terbuka di Balai Desa. Hasilnya mencengangkan:
Mediasi ditolak mentah-mentah
Pemilik sah diusir dari balai desa
Hak warga dipatahkan sepihak
Balai desa yang seharusnya menjadi rumah rakyat, justru berubah menjadi benteng penindasan. Pertanyaannya tajam: siapa yang sebenarnya dilindungi oleh pemerintah desa?
Puncak Kebiadaban: Anak Pemilik Tanah Diarak Warga Bersajam
Kebrutalan mencapai puncaknya pada Jumat, 12 Desember 2025. Dua anak Sudarmanto, Citiya Dewanata dan Rudita Pandu Darma, mengolah tanah milik ayahnya dengan traktor.
Sekitar 20 orang warga datang:
Membawa senjata tajam dan kayu
Mengancam kekerasan
Menghentikan paksa aktivitas pertanian
Tanpa dasar hukum, tanpa surat perintah, kedua anak korban diarak ke Balai Desa Tawangrejo. Di sana:
Tidak diberi kesempatan bicara
Hak kepemilikan keluarga tidak diakui
Dipaksa pulang dan dilarang mengelola tanah sendiri
Ini bukan lagi konflik warga. Ini teror terbuka.
Dugaan Provokasi Oknum Perangkat Desa
Sudarmanto secara tegas menunjuk Malik (Kaur Kesra) sebagai pihak yang diduga kuat memprovokasi warga sejak pemasangan plang. Jika benar, maka perangkat desa bukan hanya lalai, tetapi patut diduga menjadi aktor intelektual perampasan tanah rakyat.
Pasal Pidana Mengancam Para Terduga
Jika hukum ditegakkan tanpa pandang bulu, maka perbuatan ini bukan pelanggaran ringan, melainkan kejahatan serius:
1. Pasal 385 KUHP – Penyerobotan tanah
Ancaman 4 tahun penjara
2. Pasal 406 KUHP – Perusakan tanaman
Ancaman 2 tahun 8 bulan
3. Pasal 170 KUHP – Kekerasan bersama-sama
Ancaman 5 tahun 6 bulan
4. Pasal 335 KUHP – Ancaman kekerasan
Ancaman 1 tahun
5. Pasal 368 KUHP – Pemaksaan dengan kekerasan
Ancaman 9 tahun
6. Pasal 55 KUHP – Turut serta / menyuruh melakukan
7. Pasal 421 KUHP – Penyalahgunaan wewenang oleh pejabat
Ancaman 2 tahun 8 bulan
8. UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM – Perampasan hak milik dan rasa aman warga
Negara Diuji: Diam atau Bertindak
Kasus ini adalah tamparan keras bagi negara. Jika tanah dengan AJB sah bisa dirampas dengan plang dan parang, maka petani tak lagi punya perlindungan hukum.
Laskar Ronggolawe Nusantara di bawah kepemimpinan Ketua Umum M. Solik menyatakan siap mengawal dan mendampingi penuh kasus ini agar hukum tidak dipermainkan oleh oknum penguasa desa.
M. Solik mengecam keras dugaan mafia tanah ini dan menuntut Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk segera turun tangan, mengusut tuntas, dan menyeret semua pihak yang terlibat ke meja hukum.
Publik kini bertanya dengan nada marah: Apakah hukum masih hidup, atau sudah kalah oleh mafia tanah desa?













