Mengenai kasus perceraian dan hak perwalian anak harus lebih dikaji dalam hal jangka panjang, bukan cuma ada uang dari klien lantas dimenangkan, yang notabene bukan hak sesuai uu dan pasal yang berlaku, 13/04/2025.
Dhony Irawan HW.SH.MHE(37)th menyayangkan sekali atas kasus perceraian yang di duga di manipulasi oleh pihak pengacara dan hakim hanya untuk kepentingan sepihak dan jelas demi memperkaya diri untuk kepentingan pribadi,dengan dalih,modus,alibi tertentu untuk berpihak kepada yang bayar,dengan tujuan pendampingan hukum
” Ya, saya sudah beberapa kali itu menyaksikan bahkan saya sendiri salah satu korban mereka,masa saya kerja tau-tau ada surat cerai dan memenangkan si istri,padahal jelas kesalahan mutlak ada di wanita,karena melarikan diri dari rumah dengan lelaki lain, yg ternyata takut kasusnya korupsi saya ungkap, dan itu pun masih besan dan kades di tempat saya, sebelum bergilir ke lelaki lain”, ujar Bang Dhony Irawan HW geram
Perwalian anak diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2019.
Undang-Undang yang mengatur perwalian anak
Pasal 50 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 mengatur bahwa anak yang belum berusia 18 tahun atau belum menikah berada di bawah kekuasaan wali.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mengatur perlindungan anak.Peraturan Pemerintah yang mengatur perwalian anak
Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2019 mengatur syarat dan tata cara penunjukan wali.Prosedur perwalian anak
Mengajukan permohonan penunjukan wali ke pengadilan
Pengadilan memeriksa bukti dan keterangan dari pihak-pihak terkait
Sidang untuk mendengarkan keterangan pemohon, saksi, dan pihak terkait lainnya
Pengadilan mengeluarkan putusan mengenai penunjukan wali
Tujuan perwalian anak
Melindungi hak dan memenuhi kebutuhan dasar anak
Mengelola harta anak agar dapat menjamin tumbuh kembang dan kepentingan terbaik bagi anak
Hak asuh anak perempuan bisa beralih ke ayah jika ibunya tidak mampu atau tidak memenuhi kriteria,Hal ini juga bisa terjadi jika ibu melalaikan kewajibannya.
Dasar hukum terkait hak asuh anak:
Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam (KHI) mengatur bahwa anak yang belum berusia 12 tahun adalah hak ibunya
Pasal 156 KHI mengatur bahwa anak yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk diasuh oleh ayah atau ibunya
Pasal 45 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan bahwa kedua orang tua memiliki kewajiban yang sama dalam memelihara dan mendidik anak-anak mereka
Pasal 14 ayat (1) UU 35/2014 menyatakan bahwa setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri
Perselisihan terkait hak asuh anak:
Jika terjadi perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, pengadilan memberikan keputusannya
Pengadilan agama memberikan putusan bagi yang beragama Islam
Pengadilan umum memberikan putusan bagi yang beragama selain Islam
Alasan kehilangan hak asuh anak: Penyiksaan atau pengabaian anak, Kekerasan dalam rumah tangga, Penyalahgunaan atau kecanduan obat-obatan terlarang atau alkohol.
” Pernah memang saya dimintai keterangan kenapa tidak melawan dan menggugat balik, bagaimana menggugat balik, jika orang di dalam pengadilan agama sudah kroni antek mereka sendiri, bahkan dari LSM, Advokasi, Media Memang ada yang risih karena saya mengungkap kejahatan mereka, apalagi yang di Polsek dan Polres”, imbuhnya sambil senyum sinis
Rekayasa kasus dapat dikenakan Pasal 278 RKUHP, yang mengatur ancaman pidana bagi pelaku rekayasa kasus.
Penjelasan
Pasal 278 RKUHP mengatur ancaman pidana bagi pelaku rekayasa kasus.
Dalam Pasal 278 Ayat (2) huruf b disebutkan, jika pelaku tindak pidana tersebut adalah aparat penegak hukum atau petugas pengadilan maka ancaman hukumannya adalah 9 tahun atau denda kategori VI (maksimal Rp 2 miliar).
Ketentuan ini lahir sebagai respons terhadap maraknya kasus seperti pembunuhan Brigadir J oleh Ferdy Sambo, Vina Cirebon, dan Jessica Wongso.
Tujuannya untuk mengawal proses persidangan secara fair trial dan due process of law.
Selain Pasal 278 RKUHP, ada juga pasal-pasal lain yang berkaitan dengan rekayasa kasus, yaitu:
Pasal 268 KUHP mengatur tentang pemalsuan surat keterangan dokter.
Pasal 361 KUHP mengatur tentang memberi tahu atau mengadukan perbuatan pidana yang tidak dilakukan.
Pasal 221 KUHP mengatur tentang obstruction of justice, yaitu upaya menghalang-halangi proses hukum.
” Maklum orang buta hukum, ijasah nya aja tembakan, yg aslinya SMP/SMA Tapi tidak pada tupoksinya, itu pun seharusnya gak asal-asalan, kalau otak nya berfungsi dengan baik dan benar”, tutupnya.