banner 728x250

Benarkah PMII Tak Pantas Berpolitik? Jalur PMII itu ke Fatayat atau IPNU-IPPNU?

banner 120x600
banner 468x60

JejakPeristiwa.id || BANGKALAN – Dalam sebuah voice note (vn) WhatsApp, ada salah seorang oknum yang menutur bahwa “PMII itu tidak pantas berpolitik, lebih pantasnya ke jalur Muslimat, Fatayat, IPNU-IPPNU, kalau jalur politik itu tidak pas,” Pernyataan menggelitik ini sempat viral beberapa hari belakangan. Membuat gaduh dan geram warga PMII STITAL.

Entah bagaimana latar belakang dan tujuan VN ini dimaksudkan, akan tetapi pesan suara tersebut sempat menjadi perbincangan hangat. Sebelum lebih mendalam, perlu diketahui mengenai definisi politik itu sendiri.

banner 325x300

Secara etimologi politik adalah As-siyasah, atau siasat dalam bahasa Indonesia yang bermakna cara, metode ataupun strategi yang digunakan dalam mewujudkan sesuatu.

Menurut filsuf Yunani Kuno terutama Plato dan Aristoteles menamakannya sebagai en dam onia atau the good life. Namun demikian, pengertian politik sebagai usaha untuk mencapai suatu masyarakat yang lebih baik daripada yang dihadapinya, atau yang disebut Peter Merkl:”Politik dalam bentuk yang paling baik adalah usaha mencapai suatu tatanan sosial yang baik dan berkeadilan (Politics, at its best is a noble quest for agood order and justice).

Pada umumnya, dapat dikatakan bahwa politik (politics) menurut
Miriam Budiarjo (2008: 15) adalah usaha untuk menentukan peraturan – peraturan yang dapat diterima baik oleh sebagian besar warga, untuk membawa masyarakat ke arah kehidupan bersama yang harmonis.

Nah, lantas siapa saja yang boleh berpolitik? Apakah PMII haram turut campur urusan vital ini?

Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia atau ”droit de l’homme” yang berarti “hak rechten” (bahasa Belanda). Menurut John Locke Hak Asasi Manusia atau HAM adalah hak yang dibawa sejak lahir dan secara kodrati melekat pada setiap manusia. Hak sifatnya tidak dapat diganggu gugat atau mutlak.

Berikut Hak Asasi Manusia Berpolitik dalam Undang-Undang HAM:

1. Hak asasi atas pribadi “personal rights” yang meliputi kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan memeluk agama, kebebasan bergerak dan sebagainya.

2. Hak asasi manusia untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan atau biasa yang disebut “rights of legal equaity”.

3. Hak asasi politik atau “political rights”, yaitu hak untuk ikut serta dalam pemerintahan, hak pilih (memilih dan dipilih dalam pemilihan umum), hak mendirikan partai politik dan sebagainya.

Begitupun, di Indonesia sudah diatur kebebasannya dalam :
Pasal 27 (1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

Pasal 28C (2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.

Pasal 28D (3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan

Pasal 28E (2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.

Dari dalil-dalil di atas, tentunya sudah jelas sekali kebebasan berpolitik seluruh Rakyat Indonesia dijunjung tinggi Undang-Undang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Dasar 1945.

Maka dari itu, bodoh sekali ketika ada yang menganaktirikan warga PMII, tidak berhak berperan dalam percaturan politik.

Buktinya, banyak sosok-sosok politikus mumpuni negeri ini dipimpin alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia, yaitu :
1). Muhaimin Iskandar (Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) masa jabatan 2019 – 2024)
2). Khofifah Indar Parawansa (Menteri Sosial 2014 – 2018, Gubernur Jawa Timur masa jabatan 2019 – 2024)
3). Hanif Addakhiri (Menteri Ketenagakerjaan 2014 – 2019)
4). Presiden Republik Indonesia keempat, KH. Abdurrohman Wahid (Gus Dur) sebagai pembina PMII pusat.
5). H. Imam Nachrawi (Mantan Menpora)
6) H. Marwan Ja’far (Menteri PDT dan Transmigrasi)
dan banyak tokoh-tokoh berpengaruh lainnya.

Pernyataan oknum haters PMII di atas, sangat tidak relevan sekali. Meski sama-sama Banom Nahdlatul Ulama’, PMII, FATAYAT maupun IPNU-IPPNU tentunya kita memiliki AD/ART dan PO yang berbeda. Namun meski berbeda, hak-hak berpolitik dibebaskan kepada siapa saja, baik warga PMII, Fatayat, IPNU-IPPNU, maupun yang lainnya. Semua warga berhak ikut campur, sebagaimana penjelasan di atas.

Untuk itu, pernyataan di atas itu sangat bodoh sekali. Dan tidak ada unsur ilmiahnya.

Penulis & editor : M. Hadiri Kader PMII STITAL.

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *