banner 728x250

Proyek “Siluman” di Rengel Tuban: Tanpa Papan Informasi dan Abaikan Spesifikasi Teknis!

banner 120x600
banner 468x60

Tuban, Jawa Timur — Praktik janggal kembali ditemukan di lapangan. Sebuah proyek pembangunan drainase yang berlokasi di Jl. Raya Rengel, RT 01/RW 06, Desa Logawe, Kecamatan Rengel, Kabupaten Tuban diduga tidak sesuai prosedur teknis dan melanggar ketentuan administrasi pengadaan pemerintah.

Pantauan tim media di lokasi dengan titik koordinat Lat -7.067742° dan Long 111.992915° memperlihatkan bahwa pekerjaan pemasangan u-ditch dilakukan tanpa adanya lapisan dasar pasir sebagai pondasi saluran. Selain itu, tidak ditemukan papan nama proyek, yang seharusnya menjadi penanda resmi kegiatan pembangunan menggunakan dana publik.

banner 325x300

Kondisi tersebut menimbulkan dugaan kuat bahwa proyek ini tidak transparan dan berpotensi menyimpang dari ketentuan hukum serta spesifikasi teknis konstruksi.


Proyek Tanpa Papan Nama: Langgar Aturan Transparansi Publik

Ketidakhadiran papan informasi proyek bukanlah pelanggaran sepele. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 jo. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, setiap kegiatan pembangunan wajib memasang papan informasi yang mencantumkan:

  • Nama kegiatan
  • Nilai kontrak
  • Waktu pelaksanaan
  • Sumber dana
  • Nama pelaksana dan konsultan pengawas

Tanpa papan tersebut, publik tidak dapat mengetahui siapa penanggung jawab proyek dan dari mana anggarannya berasal.

Selain itu, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) secara tegas menyebutkan bahwa badan publik wajib menyediakan informasi mengenai kegiatan pembangunan kepada masyarakat. Ketidaktransparanan semacam ini merupakan bentuk pelanggaran administratif sekaligus moral publik.


Kesalahan Teknis Fatal: Pemasangan U-Ditch Tanpa Dasaran Pasir

Secara teknis, setiap pemasangan u-ditch wajib menggunakan lapisan pasir setebal 5–10 cm di bawahnya sebagai pondasi dasar agar saluran stabil dan tidak mengalami penurunan struktur tanah.

Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa pekerjaan dilakukan langsung di atas tanah keras tanpa alas pasir, yang dapat menyebabkan retakan, kemiringan, bahkan kerusakan total saluran dalam waktu singkat.

Menurut Ir. Bambang Widodo, M.Eng., ahli konstruksi sipil dari Surabaya,

“Jika dasar u-ditch tidak menggunakan pasir, berarti pelaksana mengabaikan spesifikasi teknis. Itu pelanggaran serius dalam pekerjaan konstruksi. Dampaknya bukan hanya kerusakan fisik, tapi juga kerugian uang negara karena pekerjaan tidak sesuai mutu kontrak.”


Konfirmasi di Lapangan: “Silakan Hubungi Tono”

Saat dikonfirmasi oleh wartawan, salah satu pekerja proyek menyatakan bahwa dirinya hanya mengikuti perintah dari atasannya.

“Kami cuma kerja. Kalau soal anggaran, papan proyek, atau siapa yang tanggung jawab, silakan hubungi Pak Tono, pelaksananya,” ujar salah satu pekerja yang enggan disebut namanya.

Namun, hingga berita ini dipublikasikan, Tono selaku pelaksana proyek belum dapat dihubungi untuk dimintai keterangan resmi.


Potensi Jerat Hukum: Pelaksana Bisa Dijerat UU Tipikor dan KUHP

Apabila terbukti ada unsur penyimpangan, kelalaian, atau kesengajaan dalam pelaksanaan proyek tersebut, maka pihak pelaksana dapat dijerat dengan pasal berlapis sebagai berikut:

  1. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)
    👉 Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain menyalahgunakan kewenangan atau kesempatan yang dapat merugikan keuangan negara.
    Ancaman: Penjara seumur hidup atau 1–20 tahun, serta denda Rp50 juta – Rp1 miliar.
  2. Pasal 7 Ayat (1) UU Tipikor
    👉 Pelaku yang melakukan perbuatan curang untuk menguntungkan diri sendiri dalam pengadaan barang/jasa negara.
    Ancaman: Penjara maksimal 5 tahun dan denda Rp250 juta.
  3. Pasal 55 KUHP
    👉 Setiap orang yang turut serta melakukan atau membantu tindak pidana dapat dipidana sebagai pelaku utama.

Selain itu, pelanggaran terhadap standar teknis pekerjaan konstruksi juga bertentangan dengan Pasal 43 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, yang menegaskan bahwa setiap penyelenggaraan konstruksi wajib memenuhi standar keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan (K3L).


Desakan Audit dan Pemeriksaan

Sejumlah warga sekitar mengaku tidak mengetahui sumber dana proyek tersebut. Mereka berharap aparat penegak hukum dan Inspektorat Kabupaten Tuban segera melakukan audit lapangan dan menelusuri asal anggaran proyek.

“Kalau uang negara digunakan, masyarakat berhak tahu. Jangan sampai ada permainan atau pengurangan material. Kami minta Pemkab dan kejaksaan turun tangan,” ujar warga sekitar.


Catatan Redaksi:

Proyek pemerintah harus dilaksanakan secara transparan, akuntabel, dan sesuai spesifikasi teknis. Ketidakhadiran papan proyek dan pelanggaran teknis lapangan merupakan indikasi lemahnya pengawasan dan potensi penyimpangan anggaran.

Jika dibiarkan, hal seperti ini dapat menjadi modus korupsi terselubung di tingkat daerah, di mana pekerjaan dikesankan berjalan, tetapi hasilnya jauh dari standar mutu.
Hukum harus ditegakkan, agar publik tidak terus-menerus menjadi korban dari proyek setengah hati.

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *