banner 728x250

Proyek Drainase Ngeblek Desa Kebomlati Tuban Berpotensi Merugikan Negara, Kontraktor Diduga Langgar Aturan dan Tak Perhatikan K3

banner 120x600
banner 468x60

Tuban, Jawa Timur – Proyek drainase yang sedang berjalan di Ngeblek, Desa Kebomlati, Kecamatan Plumpang, Kabupaten Tuban, mengundang perhatian serius. Tak hanya terkait dengan kualitas pekerjaan yang diragukan, tetapi juga adanya dugaan pelanggaran hukum yang bisa berakibat fatal bagi keselamatan pekerja dan kerugian negara. Proyek yang dikerjakan oleh kontraktor bernama Solikin ini disebutkan tidak memenuhi sejumlah ketentuan hukum yang ada, baik dari segi keterbukaan informasi publik maupun standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).

 

banner 325x300

Papan Informasi Tidak Ada: Potensi Penyalahgunaan Anggaran Negara

Salah satu hal yang paling mencolok dalam proyek ini adalah ketiadaan papan informasi, sebuah pelanggaran serius berdasarkan Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Pasal 13 ayat (1) mengatur dengan jelas bahwa setiap proyek yang menggunakan dana publik wajib untuk memasang papan informasi yang mencantumkan rincian proyek, mulai dari identitas kontraktor, nilai anggaran, hingga jadwal pelaksanaan.

 

Namun, di lokasi proyek drainase di Ngeblek, papan informasi tidak ditemukan sama sekali. Ini bukan sekadar kelalaian administratif, melainkan indikasi adanya potensi penyalahgunaan anggaran negara. Ketiadaan papan informasi menutup kemungkinan masyarakat untuk mengawasi proyek secara transparan, yang bisa saja berujung pada manipulasi anggaran atau pengeluaran yang tidak sah.

 

Pelanggaran ini membawa risiko besar. Berdasarkan Pasal 52 UU KIP, kontraktor dapat dikenakan denda hingga Rp 10 juta atau sanksi administrasi lainnya. Namun, dampaknya jauh lebih luas, yakni tergerusnya kepercayaan publik terhadap pengelolaan anggaran negara.

 

Standar K3 Dilanggar: Pekerja Terancam Bahaya

Lebih parahnya lagi, penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dalam proyek ini sangat jauh dari standar yang ditentukan. Para pekerja di lapangan tidak dilengkapi dengan alat pelindung diri (APD) yang sesuai dengan ketentuan. Mereka terlihat bekerja tanpa helm, sepatu pelindung, masker, atau pelindung lainnya yang seharusnya menjadi kewajiban di setiap proyek konstruksi.

 

Menurut Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 5 Tahun 2018, setiap proyek konstruksi harus memenuhi standar K3 yang ketat untuk menjamin keselamatan tenaga kerja. Tidak adanya alat pelindung diri di lapangan jelas melanggar pasal-pasal terkait perlindungan tenaga kerja, yang bisa berakibat fatal, mengingat proyek drainase sering melibatkan pekerjaan berat dengan risiko tinggi seperti longsor atau kecelakaan kerja akibat alat berat.

 

Dalam hal ini, pihak kontraktor dapat dijerat dengan Pasal 14 UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, yang memberikan ancaman pidana berupa penjara hingga 1 tahun dan/atau denda maksimal Rp 50 juta jika kecelakaan terjadi akibat kelalaian terhadap standar K3.

 

Pelanggaran Kontrak dan Penyalahgunaan Dana Publik

Lebih jauh lagi, proyek ini bisa jadi melanggar ketentuan dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi. Berdasarkan pasal-pasal yang tercantum dalam undang-undang tersebut, kontraktor diwajibkan untuk menjalankan proyek sesuai dengan prosedur yang telah disepakati dan memenuhi segala kewajiban administratif yang berlaku, termasuk penggunaan anggaran dengan sebaik-baiknya. Jika terbukti proyek tidak sesuai dengan spesifikasi teknis atau terjadi pemborosan anggaran, ini merupakan pelanggaran hukum yang serius.

 

Pasal 64 UU No. 2 Tahun 2017 dengan tegas mengancam kontraktor yang melakukan penyimpangan dalam proyek konstruksi dengan pidana penjara hingga 5 tahun dan denda hingga Rp 5 miliar.

 

Pemerintah Wajib Bertindak Tegas

Melihat berbagai pelanggaran yang terjadi, baik itu terkait dengan ketidakhadiran papan informasi, pelanggaran K3, hingga potensi penyalahgunaan anggaran, sangat penting bagi pihak berwenang untuk segera melakukan penyelidikan mendalam terhadap proyek drainase ini. Apalagi, proyek ini menggunakan dana publik yang seharusnya dipertanggungjawabkan dengan transparansi dan akuntabilitas.

 

Pihak berwenang seperti Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Tuban, Inspektorat, serta Polisi perlu turun tangan untuk memastikan apakah ada unsur pidana dalam proyek ini. Kewajiban untuk menjaga keselamatan pekerja, transparansi anggaran, serta kualitas pekerjaan adalah hal yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.

 

Bila tidak segera ditindaklanjuti, proyek ini bisa menjadi contoh betapa mudahnya pihak-pihak yang terlibat dalam proyek infrastruktur negeri ini mengabaikan kewajiban mereka, yang berpotensi merugikan negara dan menyebabkan korban jiwa di lapangan.

 

Masyarakat Jangan Diam

Masyarakat setempat juga berhak untuk terus mengawasi jalannya proyek ini. Jangan biarkan proyek infrastruktur yang seharusnya memberikan manfaat, justru menjadi ajang pemborosan anggaran negara dan potensi ancaman keselamatan pekerja. Transparansi dan akuntabilitas adalah hak masyarakat yang harus dihormati oleh semua pihak yang terlibat dalam proyek publik.

 

Dalam waktu dekat, diharapkan ada tindakan nyata yang dapat memberikan keadilan bagi pekerja yang terancam keselamatannya dan untuk mencegah kerugian negara yang lebih besar lagi.

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *