Ponorogo – Kekuatiran adanya kejahatan pemilu dengan melakukan perubahan angka hasil pemilu benar-benar telah terjadi di wilayah Ponorogo. Hal ini dibuktikan dengan kejadian perubahan angka hasil perolehan beberapa caleg Gerindra untuk DPRD Provinsi Jawa Timur.
Adanya pergeseran Suara internal Caleg DPRD Provinsi Jawa Timur dari Partai Gerindra ini terjadi pada proses rekapituliasi di wilayah Kabupaten Ponorogo khusunya di Kecamatan Sooko, Pudak, dan Bungkal, yang berlangsung hari ini, Jumat, 23 Pebruari 2024.
Berikut rinciannya:
1.Di Kecamatan Pudak ada pergeseran 11 suara
2.Di Kecamatan Sooko ada pergeseran 43 suara
3.Di Kecamatan Bungkal ada pergeseran 146 suara
Sebagaimana dituturkan oleh salah seorang Caleg DPRD Propinsi Jawa Timur dari Partai Gerindra, bahwa suara personal bisa bergeser.
“Ya, memang harus dipelototi, kalau tidak, bisa hilang. Suara partai (bisa jadi) memang tidak dirugikan, tetapi, suara personal (Caleg) bisa bergeser ke orang lain. Ini juga kejahatan yang tidak boleh terjadi,” ungkap Hartono SKom, Caleg Partai Gerindra, dari Jatim-9, pemilik suara terbanyak kedua dalam partainya menurut real count KPU, Kamis (22/2/2024).
Menurut Hartono, website KPU yang mengunggah data real count, sebenarnya sangat membantu, terutama bagi Caleg yang tidak memegang C1 di setiap TPS. Ironisnya, begitu real count KPU tidak update, ada perubahan angka yang sulit dipahami.
“Ini cukup membingungkan,” tegasnya.
Sebagaimana disebut oleh salah seorang nara sumber yang enggan menyebut namanya, dirinya menyampaikan, di KPU Ponorogo misalnya, muncul bau tak sedap yang menimpa oknumnya. Oknum ini diduga memerintahkan PPK untuk menggeser suara ke salah satu calon DPRD Provinsi Jatim dari Partai Gerindra.
“Modusnya, bisa jadi tidak menurunkan angka yang bersangkutan. Tetapi menambah angka bagi caleg tertentu dari suara caleg lain. Ini keroyokan, modusnya menggelembungkan perolehan suara caleg tertentu, menjadi mudah sekali,” tegas nara sumber tersebut.
Masih menurutnya, bahwa Bawaslu harus cermat dengan modus-modus seperti ini. Jangan sampai pemilihan legislatif menjadi ajang praktek kotor.
“Kalau di tiga kecamatan saja ada upaya pergeseran yang seperti ini, lalu bagaimana dengan kecamatan lain?. Apa kita bisa menjamin?. Dan itu bisa terjadi di semua wilayah. Bahaya,” tegasnya.
(Tim)