Banyuwangi – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Jawa Timur kembali menunjukkan sikap tegas dalam membela kepentingan publik, terutama terkait praktik mafia tanah yang kerap merugikan negara. Pada Jumat siang (15/8/2025), sekitar pukul 13.30 WIB, jajaran LBH LIRA Jatim menghadiri undangan klarifikasi dari Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor) Polresta Banyuwangi.
Rombongan LBH LIRA Jatim dipimpin langsung oleh Direktur, Alexander Kurniadi, S.Psi., S.H., M.H., C.M.C., C.C.D., dan diterima oleh penyidik Tipidkor, Faisol, di Mapolresta Banyuwangi. Agenda klarifikasi itu berkaitan dengan pengaduan masyarakat mengenai dugaan praktik mafia tanah serta tindak pidana korupsi dalam penerbitan sertifikat atas sebidang tanah yang berada di wilayah administratif Kabupaten Banyuwangi.
Dugaan Aset Provinsi Disulap Jadi Sertifikat BPN Situbondo
Alexander menjelaskan bahwa tanah tersebut diduga merupakan aset Dinas Pengairan Provinsi Jawa Timur. Namun, kejanggalan muncul karena sertifikat justru diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Situbondo, yang jelas berada di luar yurisdiksi.
“Jika benar tanah itu milik Dinas Pengairan Provinsi Jatim, maka penerbitan sertifikat oleh BPN Situbondo menyalahi aturan kewenangan. Kondisi ini bisa berpotensi pada tindak pidana korupsi karena menyangkut aset negara,” ujar Alexander.
Menurutnya, proses semacam ini hampir tidak mungkin terjadi tanpa adanya intervensi atau penyalahgunaan kewenangan. Bahkan, praktik mafia tanah seringkali diwarnai dengan dugaan gratifikasi, suap, dan kolusi. “Kalau ada transaksi di balik penerbitan sertifikat tersebut, maka indikasi mafia tanah semakin kuat,” lanjutnya.
Sikap Tegas Gubernur LIRA Jawa Timur
Menyikapi hal tersebut, Gubernur LIRA Jawa Timur, Samsudin, S.H., menegaskan dukungannya penuh terhadap langkah LBH LIRA Jatim. Ia menilai persoalan ini bukan hanya soal administrasi, melainkan persoalan integritas aparat negara.
“Jika aset milik Dinas Pengairan bisa diduga disulap menjadi sertifikat di luar kewenangan, ini sudah indikasi permainan serius. Polisi harus mengusut tuntas, membuka siapa saja yang terlibat, dan menindak sesuai hukum,” tegas Samsudin.
Ia menambahkan, mafia tanah selama ini menjadi sumber keresahan rakyat. Jika aparat tidak bertindak tegas, masyarakat bisa kehilangan kepercayaan terhadap penegakan hukum. “LIRA berdiri di garis depan untuk mengawal proses ini, memastikan tidak ada intervensi dan publik mendapatkan kebenaran,” ujarnya.
Soliditas LBH LIRA Jatim dalam Klarifikasi
Dalam agenda klarifikasi tersebut, jajaran LBH LIRA Jatim hadir secara lengkap. Selain Alexander, turut serta Bambang Wahyudi, S.H. (Sekretaris Direktur), Sumiatin, S.H. (Bendahara), DR. Rr. Lilis Hermawati, S.H., M.H., CPM. (Wakil Bendahara), Slamet Daryoko, S.H. (Ketua Divisi Humas & Kerjasama), Suhartono, S.H., M.H. (Ketua Divisi Edukasi & Sosialisasi), Kunarso, S.H., M.Hum. (Ketua Divisi Pemantauan & Riset), serta tim divisi pemantauan: Moh. Waldi, S.H., Didik Suwono, S.H., Bobby Agung Setiawan, S.H., dan Faisol, S.HI., M.Pd., M.H.
Kehadiran penuh jajaran LBH LIRA Jatim tersebut menunjukkan komitmen serius dalam mengawal kasus ini.
Desakan Transparansi dan Akuntabilitas
LBH LIRA Jatim bersama LIRA Jawa Timur mendesak agar penyelidikan dilakukan secara objektif, transparan, dan akuntabel. Publik, kata mereka, berhak mengetahui proses penegakan hukum dalam kasus ini.
“Bila ada pihak yang diduga mencoba menghalangi, maka itu sama saja melawan rakyat dan hukum. Kami tidak akan mundur, dan akan terus berdiri bersama masyarakat,” pungkas Samsudin.
Kasus dugaan mafia tanah ini kini tengah dalam sorotan publik. Banyak pihak menunggu langkah tegas Polresta Banyuwangi dalam membongkar jaringan mafia tanah yang diduga bermain di balik penerbitan sertifikat aset negara. (Red/Tim/**)