Tuban — Pagi itu embun masih enggan turun dari pucuk-pucuk daun ketika beberapa anggota Satlantas Polres Tuban berjalan pelan menyusuri jalan desa. Tidak ada sirine. Tidak ada suara knalpot motor patroli. Yang terdengar hanyalah sapaan ramah yang menembus dinginnya udara pagi.
“Assalamu’alaikum, Pak. Sehat, nggih?”
Sapaan sederhana yang mampu menyalakan senyum tulus warga yang mereka temui.
Itulah wajah baru kepolisian dalam program “POLANTAS MENYAPA”, sebuah gerakan humanis yang diinisiasi Kasat Lantas Polres Tuban, AKP Muhammad Hariyazie Syakhranie, S.Tr.K., S.I.K.
Menghapus Jarak, Membuka Ruang Kedekatan
Bagi sebagian warga, sosok polisi lalu lintas selama ini identik dengan ketegasan dan tindakan penilangan. Namun melalui program ini, Satlantas Polres Tuban hadir dengan pendekatan yang berbeda — lebih lembut, lebih dekat, dan lebih merangkul.
Di balai desa, petugas duduk lesehan bersama ibu-ibu PKK sambil berbagi cerita. Di warung kopi, mereka menyesap teh hangat sembari mendengarkan keluh-kesah para bapak tentang perjalanan hidup mereka. Di halaman rumah warga, petugas mengajarkan pemuda desa cara mengurus SIM tanpa perantara.
“Kami ingin masyarakat tahu bahwa polisi tidak hanya menindak, tapi juga siap mendengar dan memahami,” tutur AKP Hariyazie.
Momen Mengharukan: Ketika Ketakutan Berganti Senyuman
Salah satu kejadian yang membekas adalah ketika seorang nenek berusia 70 tahun mendekat dengan langkah ragu.
“Nak… kalau mau bayar pajak motor itu bagaimana? Saya takut kalau ke kantor polisi…”
Seorang petugas kemudian duduk di sampingnya, memegang tangannya dengan hormat, dan menjelaskan perlahan—tanpa nada menggurui, hanya ketulusan.
Tak butuh waktu lama, sang nenek tersenyum lega.
“Ternyata polisi ramah, tho, Nak…”
Kalimat sederhana itu menjadi pengingat bahwa pelayanan kecil bisa menghapus rasa takut bertahun-tahun lamanya.
Keselamatan yang Diajarkan dengan Cinta, Bukan Teguran
Dalam setiap kunjungan, petugas tidak hanya menyampaikan aturan, tetapi juga menyampaikan pesan kemanusiaan:
“Helm itu bukan untuk menghindari tilang, tapi untuk menjaga orang-orang yang menunggu kita pulang.”
Warga mengangguk pelan. Ada kehangatan dalam penyampaian itu — pengingat tentang betapa berharganya nyawa.
Pajak Kendaraan: Dari Desa, Untuk Desa
Para petugas juga menjelaskan dengan bahasa yang membumi tentang manfaat pajak kendaraan.
“Pak, Bu… jalan deso iki iso alus maneh mergo panjenengan bayar pajak. Lampu jalan sing nyala pas wengi yo dari kontribusi panjenengan.”
Warga merasa dihargai — merasa menjadi bagian dari pembangunan, bukan sekadar objek penarikan kewajiban.
Warga Menyambut Polisi Seperti Keluarga Sendiri
Dampak program ini terasa nyata. Anak-anak kini berlarian menghampiri polisi tanpa rasa takut. Ibu-ibu menyiapkan teh hangat. Para bapak menawarkan kursi dan cerita kehidupan.
“Polisi datang itu bikin desa terasa aman. Kami merasa ditemani,” kata salah satu tokoh masyarakat.
Hubungan yang sebelumnya berjarak, kini berubah menjadi kedekatan yang tulus.
“Menyapa” Bukan Program — Tapi Janji Pelayanan
Bagi AKP Hariyazie, POLANTAS MENYAPA bukan sekadar kegiatan. Ini adalah wujud komitmen bahwa kepolisian harus hadir dengan hati.
“Keamanan tumbuh dari kepercayaan. Jika masyarakat percaya, maka aturan akan berjalan dengan sendirinya,” ujarnya.
Melalui program ini, Polres Tuban menunjukkan wajah polisi yang sesungguhnya:
melayani, mengayomi, dan membawa ketenangan — bukan hanya sebagai penjaga jalan, tetapi penjaga kemanusiaan.















