Kediri, 5 November 2025 — Di tengah gencarnya pemberantasan judi oleh aparat pusat, justru di daerah, hukum seolah dikebiri. Di Desa Palemahan, Dusun Sutoyo, Kecamatan Palemahan, Kabupaten Kediri, arena perjudian sabung ayam dan dadu koprok berjalan bebas tanpa hambatan. Warga sekitar menyebut, kegiatan tersebut telah berlangsung lama dan diduga kuat mendapat restu dari oknum aparat penegak hukum (APH).
“Lapak itu dikelola oleh seseorang bernama Hendo. Semua seperti sudah diatur. Ada jadwal tetap, ada penjaga, bahkan para bandar dan pedagang ikut tertib. Kalau aparat tidak tahu, mustahil,” ujar salah satu warga yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Arena tersebut berdiri di tengah pemukiman padat, lengkap dengan tenda, tempat duduk, hingga kios makanan. “Sudah kayak pasar, tapi pasar judi. Bahkan anak-anak muda nongkrong di situ, melihat ayam disabung, lalu ikut main dadu,” ungkap warga lainnya dengan nada getir.
Lebih parah lagi, masyarakat menilai Polsek dan Polres Kediri seolah menutup mata terhadap praktik ilegal yang terang benderang ini. “Kalau rakyat kecil main kartu saja bisa diseret, tapi judi sabung ayam sebesar itu dibiarkan. Ini namanya hukum pilih kasih,” ujar seorang tokoh masyarakat Palemahan dengan tegas.
Praktik seperti ini jelas-jelas melanggar hukum pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 303 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP):
“Barang siapa dengan sengaja tanpa izin mengadakan atau memberi kesempatan main judi sebagai pencarian, atau turut campur dalam perusahaan untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 tahun atau denda paling banyak dua puluh lima juta rupiah.”
Sedangkan bagi para penjudi, Pasal 303 bis KUHP juga memberikan ancaman pidana:
“Barang siapa yang ikut serta dalam permainan judi, baik secara langsung maupun tidak langsung, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau denda paling banyak sepuluh juta rupiah.”
Namun, yang tak kalah serius adalah dugaan keterlibatan aparat. Bila benar ada oknum yang melindungi atau menerima setoran dari pengelola, maka tindakan itu termasuk penyalahgunaan wewenang sebagaimana diatur dalam Pasal 421 KUHP, dengan ancaman pidana penjara paling lama 4 tahun.
“Kalau memang aparat terlibat, ini bukan sekadar pelanggaran disiplin, tapi kejahatan. Mereka melindungi pelaku kejahatan dan membiarkan masyarakat dirusak,” tegas salah satu aktivis hukum Kediri.
Kehadiran arena perjudian di Palemahan telah meresahkan warga. Selain menimbulkan kerumunan, juga menimbulkan keretakan sosial dan merusak moral masyarakat. “Anak-anak jadi terbiasa melihat judi. Mereka pikir itu hiburan biasa. Padahal itu penyakit masyarakat,” keluh warga sekitar.
Fakta bahwa perjudian bisa berjalan mulus di bawah wilayah hukum Polres Kediri adalah tamparan keras bagi aparat. Di saat rakyat kecil dijerat karena kesalahan sepele, para pelaku perjudian justru berlenggang bebas sambil menyuap rasa takut hukum dengan uang haram.
Jika aparat diam, itu bukan karena tidak tahu — tapi karena memilih untuk tidak tahu.
Dan bila benar demikian, maka hukum di Kediri tak lagi berpihak pada keadilan, melainkan telah menjadi alat bagi kepentingan gelap.
Tim investigasi media ini akan terus menelusuri hingga ke akar, untuk memastikan apakah hukum di negeri ini masih hidup — atau sudah mati dikubur bersama integritas para penegaknya.
(Tim Investigasi Nasional )














