Jakarta, 30 Maret 2025, Tanpa mengurangi rasa hormat dan tetap santun kepada senior, meskipun banyak yang menyerang balik bahkan sampai melibatkan unsur ghaib, Puma Hitam (Dhony Irawan HW, SH, MHE, 35 tahun) menegaskan satu tujuan besar untuk NKRI. Ia mempertanyakan kebijakan yang menurutnya justru mempersulit rakyat dengan terus-menerus menunda hak yang seharusnya diterima.
“Jika tidak mempersulit rakyat, lantas apakah benar bahwa Kejaksaan, KPK, Presiden Jokowi, dan pihak-pihak lain mengulur waktu untuk menunda hak yang seharusnya saya terima? Seharusnya, jika mata Presiden Prabowo bisa melihat langsung ke lapangan tanpa harus mendengarkan ocehan, gonggongan, dan ulah pihak yang toxic, manipulatif, playing fiktim, serta munafik, hak yang selama ini hanya menjadi omong kosong dan janji manis itu bisa segera direalisasikan,” tegasnya.
Ia menambahkan, “Saya tetap menagih hak saya sampai kapan pun, apalagi dari pihak yang selama ini tak tahu terima kasih seperti Presiden Jokowi, Kejaksaan, KPK, serta beberapa elemen di Polri. Mereka menyerang balik dengan segala modus dan alibi, padahal mereka sendiri lebih banyak melakukan pelanggaran.”
Dalam keterangannya, Dhony juga mengingatkan pernyataan dari Hotman Paris Hutapea yang pernah menantangnya dengan imbalan Rp22 miliar jika mampu menemukan situs judi yang terkait. “Apakah itu teladan yang baik bagi seorang advokat yang seharusnya melindungi hukum, bukan malah terlibat dengan bandar narkoba, bandar judi, situs judi, koruptor, serta membuka bisnis karaoke dan diskotik yang menyediakan miras dan lain-lain?” ujarnya.
Lebih lanjut, Dhony mengkritik internal partai politik. “Wajar saya menagih hak saya. Di Gerindra pun sudah banyak oknum yang tidak layak, tidak hanya di PDI Perjuangan, PKS, PKB, dan lain-lain. Jika Undang-Undang Perampasan Aset tidak segera disahkan, apa yang harus dilakukan Presiden Prabowo? Apakah hanya ingin menjadi boneka bagi Jokowi?” imbuhnya dengan nada geram.
Dhony menutup keterangannya dengan menyindir kabinet merah putih yang diklaimnya tidak bersih. “Jika memang kabinet seperti yang diklaim bersih, seperti figur-figur yang masih menerima setoran dari Komdigi, Kominfo, MUI, dan pihak lainnya, data temuan saya menunjukkan bahwa pemerintah justru kurang memiliki empati dan simpati. Mungkin otak mereka sudah kadaluarsa, seperti produk zaman PKI, dan perlu dipedesin agar sadar,” pungkasnya.
Laporan: Dhanny Hermawan
Tim Investigasi Pion Lebah
Jabatan: Intelijen dan Dumas